ARTIKEL SERIAL RAMADHAN (Bagian ke-7)


RAMADHAN DAN LIMPAHAN KASIH SAYANG

Kasih sayang dan rahmat Allah swt. berlimpah dalam bulan Ramadhan.
Pintu-pintu rahmat terbuka lebar dan pintu-pintu kemurkaan-Nya tertutup
rapat. Syaitan yang menjadi simbol perusak dan pengganggu ketentraman
dan kasih sayang antara manusia, dibelenggu dengan erat di neraka.
Kondisi telah dibuat sedemikian rupa, sehingga kaum muslimin dapat
menumbuhkan dan menyuburkan rasa kasih sayang antara mereka, khususnya
orang-orang yang butuh bantuan dan ditimpa kemalangan dari orang-orang
yang beriman.

Memang, risalah Ramadhan bukan hanya menumbuhkan kasih sayang antara
sesama orang-orang yang beriman dan manusia secara umum. Namun, kasih
sayang adalah salah satu misi dan target pokok dari puasa dan ibadah
Ramadhan, yang tersirat dalam misi puncak, yaitu agar kaum mukminin
bertakwa. Allah swt. berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakw” (QS.
Al-Baqarah: 183).

Kasih sayang antara sesama umat Islam dan orang-orang yang beriman
merupakan salah satu faktor penting dalam kesempurnaan iman.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. Bersabda,

“Demi Allah swt. yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak akan
beriman seorang dari kalian, hingga dia mencintai sesuatu bagi
saudaranya (yang beriman) sebagaimana apa yang dicintai untuk dirinya
sendiri”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. memberikan perumpamaan tentang cinta dan kasih sayang
antara orang beriman laksana sebatang tubuh yang saling bertenggang
rasa, saling menopang, saling mengasihi, dan berbagi rasa. Rasulullah
saw. bersabda,

“perumpamaan orang-orang yang beriman dalam cinta dan kasih sayang
mereka adalah laksana sebatang tubuh, dimana bila salah satu anggota
tubuh merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan
‘kesulitan tidur’. (HR. Muslim)

Bahkan, kasih sayang antara umat Islam merupakan salah satu karakter dan
sifat pokok atau utama yang ditetapkan Allah swt. atas umat Muhammad
saw. Sifat ini sangat dipuji oleh Allah swt. sebagaimana firmannya,

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka” (QS. Al-Fath:29)

Dalam bulan Ramadhan, rasa kasih sayang dan cinta antara umat Islam,
sangat tepat untuk disemai dan dipupuk kembali, sehingga tumbuh subur
dan bersemi. Kasih sayang itu berupa segala macam bentuk kebaikan dan
pembelaan terhadap sesama mukmin. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“barang siapa yang menutup aib saudaranya yang muslim di dunia, maka
Allah swt. akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Dan barang siapa
yang membantu menyelesaikan masalah yang menghimpit saudaranya (yang
beriman) di dunia, maka Allah swt. akan menyelesaikan masalah yang
menghimpitnya pada hari kiamat. Dan Allah swt. pasti menolong seorang
hamba, selama hamba itu menolong saudaranya (yang beriman)”. (HR. Muslim).

1. Membina Sifat Kasih Sayang

Rasulullah saw. memberikan contoh dan keteladanan berkenaan dengan kasih
sayang. Rasulullah saw. adalah sosok yang penuh kasih dan sayang. Sifat
kasih sayang telah terbina dalam diri beliau sejak masih belia. Diantara
faktor yang sangat berpengaruh dalam menumbuhkan sifat kasih sayang
dalam diri beliau adalah kecintaan dan kasih sayang terhadap binatang,
khususnya terhadap kambing yang beliau gembala.

Rasulullah saw. menyebutkan bahwa tidak seorang nabi dan rasul pun yang
diutus oleh Allah swt., melainkan pernah menggembala kambing. Termasuk
Rasulullah saw. pernah menggembala kambing beberapa tahun, ketika masih
remaja. Hikmahnya yang tersirat dalam aktivitas menggembala kambing
adalah Allah swt. menguji dan mendidik mental para nabi dan rasul agar
bersabar dan bersifat kasih sayang terhadap binatang, sehingga mereka
lebih bisa mencintai dan lebih menyayangi manusia, umatnya, dan sesama
makhluk yang lain.

Sesungguhnya, kasih sayang terhadap binatang itu sendiri adalah sifat
dan perilaku yang sangat mulia di sisi Allah swt. dan mendapat imbalan
yang agung dari-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. berkata;
Rasulullah saw. Bersabda,

“ketika seorang sedang berjalan-jalan, dia merasakan sangat kehausan.
Kemudian dia menemukan sebuah sumur, lalu dia turun ke sumur itu dan
minum sepuas-puasnya. Ketika dia naik, tiba-tiba dia melihat ada seekor
anjing yang menjulurkan lidahnya menjilat tanah karena kehausan. Dia
berkata pada dirinya, pasti anjing ini ditimpa kehausan seperti aku tadi
mengalami kehausan. Lalu diapun kembali turun ke sumur dan memenuhi
‘khuff’ (sepatu)nya dengan air, memegangnya dengan mulutnya, kemudian
dia merangkak naik untuk memberi minum anjing itu. Allah swt. berterima
kasih kepadanya dan mengampuni dosanya. Para sahabat bertanya, ‘wahai
Rasulullah saw. apakah kami mendapat ganjaran dalam melayani binatang?’
Rasulullah saw. Bersabda, “dalam tiap-tiap makhluk yang memiliki hati
yang masih segar ada pahala dan ganjaran”. (HR. Samarkandi).

Dalam praktek sahabat, dapat kita simpulkan betapa serius mereka membina
kasih sayang itu dalam diri mereka, dengan berusaha melayani sesama
saudara.. Betapa menakjubkan gambaran kasih dan cinta yang terjalin
antara para sahabat Anshar terhadap kaum Muhajirin. Gambaran kasih dan
cinta mereka cukuplah diwakili oleh ayat al-Qur’an sebagai berikut,

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang
yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang
Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri
mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan
itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9).

Oleh karena itu, dalam potret diri Umar bin Khattab, seorang khalifah
yang sangat bijak dan kasih terhadap rakyatnya, kita temukan beberapa
riwayat tentang cintanya terhadap rakyatnya. Dari Anas bin Malik ra.
diriwayatkan bahwa Umar bin Khatthab ra. pada suatu malam sedang
keliling melakukan ronda. Dia melewati sekelompok orang yang mampir
untuk menginap (di kota Madinah). Dia sangat khawatir dan takut ada
orang yang mencuri barang-barang mereka.

Kemudian Umar mendatangi Abdurrahman bin Auf ra. yang kaget dan
bertanya, “apa yang membuat Anda datang pada larut malam seperti ini,
wahai Amirul Mukminin? Dia menjawab, “aku melewati sekelompok orang yang
mampir. Naluriku berkata, bila mereka bermalam dan tidur, aku takut
mereka akan kecurian. Maka ikutlah denganku agar kita menjaganya malam
ini. Keduanya pun bertolak.. Keduanya duduk dekat orang-orang itu
semalam suntuk, untuk menjaganya, hingga ketika melihat subuh telah
tiba, Umar menyeru, “wahai orang-orang, shalat subuh…shalat
subuh…berkali-kali. Setelah melihat mereka telah bergerak dan bangkit
dari tidurnya, keduanya pun bangkit dan menuju ke masjid.

Bahkan, para sahabat tidak hanya menyayangi orang-orang yang beriman.
Kasih sayang mereka juga tercurah bagi para ahli dzimmah, yaitu
orang-orang non-muslim yang berlindung dalam khilafah Islam.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatthab melihat seorang laki-laki tua dari
ahli dzimmah yang meminta-minta dari satu pintu ke pintu yang lain. Umar
berkata kepadanya, “kami telah berbuat tidak adil terhadap Anda. Kami
telah mengambil jizyah (upeti) dari Anda ketika Anda masih muda, namun
saat ini kami telah menyia-nyiakan Anda. Kemudian Umar memerintahkan
agar mencukupi makanannya dari baitul mal (gudang perbendaharaan negara)
milik kaum muslimin”.

2. Kasih Sayang Rasulullah saw.

Allah swt. selalu penuh perhatian terhadap hamba-hamba-Nya, dan diantara
kasih sayang-Nya, Dia menganugerahkan risalah-Nya kepada manusia lewat
pengutusan seorang Rasul, yang sangat kasih dan cinta kepada umatnya.
Allah swt. menegaskan hal itu dalam firman-Nya,

“sesungguhnya telah datang kepada kalian, seorang rasul dari kaum kalian
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang
terhadap orang-orang yang beriman”. (QS. At-Taubah: 128).

Dengan misi sebagai teladan bagi seluruh manusia, seorang Rasul haruslah
orang yang terbaik. Muhammad bin Abdullah adalah orang yang terbaik itu.
Beliau memiliki segala kelayakan dan keistimewaan sebagai seorang yang
paling pantas dijadikan teladan dan panutan. Dalam ayat di atas
tergambar jelas sebagian sifat istimewa Rasulullah saw. itu.

Sifat yang tergambar dalam ayat itu adalah kepedulian Rasulullah saw.
terhadap umatnya yang sangat mendalam. Beliau sangat prihatin dan penuh
belas kasih terhadap orang-orang yang beriman. Dengan segala upaya,
beliau menyelamatkan mereka dari perangkap-perangkap kemusyrikan,
kekafiran, kefasikan, kemunafikan, dan kezhaliman. Beliau terus-menerus
menghalau segala musuh, baik hawa nafsu ataupun syaitan dari umatnya.

Bentuk perhatian Rasulullah saw. terhadap umatnya dan kasih sayang
beliau kepada mereka terlihat jelas pada saat beliau berada dalam
sakaratul maut. Layaknya seorang yang akan meninggalkan dunia ini,
Rasulullah saw. pun sangat mengkhawatirkan orang-orang yang dicintainya.

Namun, tidak seperti orang kebanyakan, yang ketika dalam sakaratul maut
sering mengingat dan menyebut-nyebut kekasihnya, isterinya, anaknya
tercinta, binatang piarannya yang tersayang, dan lain-lain. Rasulullah
saw. hanya mengingat umatnya. Beliau terus-menerus mengadu kepada
Tuhannya, “umatku… umatku., bagaimana nasib umatku setelah
peninggalanku?”. Beliau sangat mengkhawatirkan umatnya kembali kepada
kemusyrikan, kekufuran, dan kesesatan.

Oleh karena itu, mencintai Rasulullah saw. merupakan kewajiban setiap
umat Islam. Rasulullah saw. berada dalam urutan kedua setelah Allah swt.
dalam skala prioritas cinta seorang muslim (QS. At-Taubah ayat: 24).

Nah, sudahkah kita menempatkan Rasulullah saw. sebagai kekasih, teladan,
dan uswah tertinggi dari seluruh manusia lainnya? Ataukah kita masih
lebih mengagungkan kyai, ulama, pemimpin, tokoh politik, negarawan dan
lain-lain, melebihi pengagungan kita kepada Rasulullah saw.?

Konsekuensi yang paling penting disadari oleh umat dari menteladani
Rasulullah saw. adalah mentaati dan mengikuti sunnah beliau. Mari kita
ukur sikap meneladani kita kepada Rasulullah saw. dari sisi itu,
khususnya dalam hal kasih sayang dan cinta.

Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda... :)