ARTIKEL SERIAL RAMADHAN (Bagian ke-16)


MENGIKAT JALINAN UKHUWAH DENGAN RAMADHAN

Kebersamaan, saling tsiqah (percaya), bahu membahu, kerja sama,
perkenalan dan sejenisnya merupakan refleksi ukhuwah yang didasarkan
pada kesatuan ideologi dan keyakinan, bahkan kesatuan visi, misi, dan
langkah dalam perjuangan.

Alangkah indah hidup ini jika dapat hidup dalam suasana kebersamaan.
Alangkah manis hidup ini jika dapat berdampingan saling kasih dan
sayang. Alangkah sejuk hidup ini jika dapat bahu membahu karena cinta
kebaikan. Betapa bahagianya jika kita berjalan searah, seirama,
sekeyakinan dalam menapaki langkah-langkah perjuangan hidup dalam rangka
menggapai ridha Allah swt.

Akan kah tali ukhuwah dapat terjalin antar kita, saat umat
tercabik-cabik? Akan kah keindahan kebersamaan terwujud antar kita,
ketika persatuan umat dirobek-robek? Akan kah kemanisan hidup
berdampingan dengan kasih sayang terjadi pada kita, tatkala umat
dibagi-bagi dalam golongan dan kelompok yang masing-masing kita
bersenang-senang dengan kelompok dan golongannya sendiri? Akan kah
kesejukan bahu membahu karena cinta kebaikan dirasakan, pada saat kita
hanya peduli untuk kepentingan sendiri, tanpa melihat kepada kepentingan
bersama ?

Atau ukhuwah hanya menjadi slogan ‘lip-servis’ belaka, persaudaraan dan
persatuan sekedar ‘pamflet’ dalam ceramah-ceramah muballigh kita? Atau
ia hanya berupa ajaran teoritis normatif tanpa wujud nyata dalam
kehidupan manusia???

Kalau kita yakin bahwa “innamal mu’minuuna ikhwatun” adalah pernyataan
Allah swt. dalam Al-Qur’an, sekaligus ia merupakan wahyu Allah kepada
Rasul-Nya untuk diserukan kepada umat manusia. Kalau kita yakin itu,
maka mustahil wahyu itu hanya berupa ‘lip-servis’ atau pajangan
kata-kata dalam Kitab Suci, tanpa adanya kemungkinan terwujud dalam
kehidupan nyata.

Allah swt. menurunkan ayat-ayat-Nya dalam Al-Qur’an untuk dibumikan dan
sangat mungkin dibumikan, sebab ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan
adalah ayat-ayat hidup dan untuk kepentingan makhluk hidup, demi
kesejahteraan mereka saat ini dan saat mendatang.

Ternyata, dalam sejarah peradaban manusia ukhuwah semacam itu pernah
terwujud dan dicatat. Fenomena ukhuwah dalam kehidupan para sahabat
Rasulullah saw. pada masa keemasan dan kejayaan umat ini. Ukhuwah mereka
ternyata dapat mengguncang mereka yang dicap Allah sebagai musuh-musuh
dakwah Islam, baik dari kalangan orang tak beragama maupun dari kalangan
umat beragama non muslim sekalipun.

Persaudaraan dan kebersamaan para generasi awal Islam itulah yang pernah
membuat para pengkaji Islamologi dan sebagian pemikir Barat tercengang.
Saat mereka membaca sejarah Khubaib bin Adi yang tidak rela bebas dari
penyiksaan kuffar dan hidup senang, sementara Rasulullah saw. hidup
tersiksa dan sengsara, bahkan sekedar terluka. Saat mereka menyimak
sejarah seorang sahabat Thalhah yang rela memberikan makanan malamnya
yang tersisa diberikan kepada seorang tamu Rasulullah saw.

Saat mereka saling membahu membangun parit besar dalam rangka
mempertahankan diri dan kota Madinah dari serangan pasukan koalisi
(ahzab) di tahun ke 5 Hijriyah. Saat mereka hidup berdampingan ibarat
saudara kandung, saling memberi dan lapang dada antara kaum muhajirin
dan anshar. Ukhuwah yang tak tertandingi dalam perjalanan sejarah
manusia sebelum dan sesudah itu. Apa gerangan rahasianya?

Simak dan renungkan ayat-ayat suci dalam surat Al-Hujurat: 10, surat Ali
Imran ayat 103, surat Al-A’raf, dan surat al-Anfal.

Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt. menyatakan, bahwa ukhuwah Islamiah:
1. Didasarkan pada iman yang kokoh (Al-Hujurat: 10) 2. Dilandaskan pada
proses ta’liful qulub (keterpautan hati), (Ali Imran: 103) 3.
Keterpautan hati bukan semata-mata rekayasa dan upaya manusia, tetapi ia
juga merupakan rahmat dan karunia Allah swt. (al-Anfal) 4. Sementara
rahmat Allah swt. secara simultan hanya dapat diraih oleh orang-orang
yang bertakwa sebenarnya, komitmen kuat dengan ajaran Allah dan memiliki
tingkat tawakkal yang tinggi (al-A’raf).

Karenanya, Allah swt. mengawali ayat perintah menegakkan amar makruf
nahi munkar dengan perintah beriman, bertakwa haqqa tuqaatihi, dan
realisasi keislaman selama hidup (Ali Imran: 102). Selanjutnya, Allah
memerintahkan i’tishom (berpegang dalam himpunan dengan tali Allah swt.,
yakni ajaran-Nya yang lurus), jangan bercerai berai, agar terwujud
ta’liful qulub (keterpautan hati) yang diawali dengan kebersihan hati
dalam berislam dan berjuang membela Islam, sehingga ukhuwah dapat
terjalin di antara kita (Ali Imran: 103).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa ukhuwah akan
terjalin di antara orang-orang yang bertakwa dengan sebenar-benar takwa.
Sedangkan, takwa merupakan tujuan ibadah shaum selama bulan Ramadhan.

Karena itu, bulan Ramadhan hendaknya dijadikan sebagai bulan penempa
diri untuk menjadi orang-orang yang siap untuk berukhuwah. Ramadhan
dijadikan sebagai peluang mewujudkan masyarakat harmonis, sekaligus
sebagai momen menunjukkan jati diri umat yang mencintai integritas
bangsa dan negara serta siap menghadapi upaya-upaya disintegtrasi bangsa
di negeri yang kita cintai ini.

Peningkatan keimanan di bulan Ramadhan menjadi sangat menentukan
tertanamnya prinsip ukhuwah dalam diri setiap muslim. Karena keimanan
itulah yang melandasi amal-amal ibadah selama Ramadhan khususnya shaum,
agar diterima dan diridhai Allah swt.

Demikian juga aplikasi keimanan berupa aktivitas-aktivitas ibadah selama
Ramadhan, menjadi penentu cita-cita terwujudnya ukhuwah islamiah.
Karena, aktifitas ibadah merupakan indikator sikap takwa yang didasarkan
keimanan, sekaligus merupakan faktor penyebab turunnya rahmat Allah swt.
berupa ta’liful-qulub (keterpautan hati). Ta’liful qulub ini sebagaimana
dijelaskan di atas merupakan ‘soko guru’ bagi ukhuwah islamiah.

Karenanya, berbagai syariat di bulan Ramadhan kebanyakan bernuansa
kebersamaan yang merupakan salah satu bentuk dari ukhuwah islamiah.
Sebut saja misalnya shalat tarawih berjamaah, shalat shubuh berjamaah,
yang dilakukan tidak seperti biasanya dilakukan sebagian umat di luar
Ramadhan, mendengarkan kuliah shubuh, ifthar jama’i (buka puasa
bersama), makan sahur bersama, i’tikaf dan lainnya.

Demikian pula zakat dan anjuran sedekah di bulan Ramadhan, secara
kontekstual memberikan makna yang dalam dari salah satu bentuk ukhuwah
islamiah. Karena, sikap kepedulian kepada sesama adalah sikap yang
didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang dan cinta kepada sesama. Kasih
sayang dan cinta merupakan wujud dari persaudaraan.

Refleksi zakat dan sedekah dalam kehidupan sosial adalah hidup
sepenanggungan. Tanpa pandang bulu dan tanpa melihat status sosial
tertentu, sang muzaki siap hidup bersama sepenanggungan, berdiri sama
tinggi, duduk sama rendah. Bahu membahu dalam menghadapi masalah hidup.

Si kaya bukan berarti terbebas dari malapetaka dan musibah yang pada
saat-saat tertentu memerlukan bantuan si miskin papa. Demikian juga si
miskin papa yang taat beragama, di banyak kesempatan memerlukan
keberadaan si kaya yang berada di lingkungannya.

Ada beberapa saran dalam menjalin ukhuwah di bulan Ramadhan:

1. Jaga kebersihan hati.

Hati adalah panglima bagi sikap dan perilaku setiap orang,, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. Karenanya, kebersihan hati
merupakan faktor utama masuk surga Allah swt. Sebab, hanya orang yang
bersih hatinya yang mendapatkan kenikmatan berjumpa dengan Allah swt.
kelak di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya, “Pada hari tidak ada
manfaat harta dan anak-anak kecuali ia yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih”. Bersih dari noda syirik, noda riya, kotoran ghill
(kemarahan) dan hasud (dengki).

2. Tingkatkan amal-amal ibadah secara kontinyu.

3. Terlibat dalam kegiatan kajian-kajian keislaman. Pemahaman yang benar
dan tepat akan memunculkan saling mencintai dan tumbuh keberanian untuk
saling menasehati.

4. Terlibat dengan aktifitas kebersamaan, seperti ifthar jama’i, i’tikaf
bersama, kepanitiaan program-program tertentu dan lain-lain.

5. Budayakan musyawarah dengan lingkungan kerja keislaman. “Wa amruhum
syuro bainahum.”

Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Source: IKADI

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda... :)