ARTIKEL SERIAL RAMADHAN (Bagian ke-24)


ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Salah satu pilar penting Islam adalah zakat, karena ia bukan semata
ibadah yang berdimensi individual namun juga sosial. Ia merupakan
instrumen penting pemerataan pendapatan, jika zakat dikelola dengan
baik dan profesional. Karena dengan zakat, harta akan beredar dan
tidak berakumulasi di satu tangan orang-orang kaya (Al-Hasyr : 7).
Kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan sebanyak 36 kali dalam
Al-Quran, dua puluh kali diantaranya digandengkan dengan kewajiban
menunaikan salat.

Secara kebahasaan, zakat berasal dari kata zaka yang berarti tumbuh
dan berkembang. Bisa juga zakat itu berarti suci, bertambah, berkah,
dan terpuji. Secara terminologi, zakat berarti: Sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang
berhak, di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri
(Hukum Zakat: Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Litera Antar Nusa dan Mizan, 1996).

Zakat merupakan sarana paling tepat dan paling utama untuk
meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, sebagai
satu bentuk sikap dari saling membantu (takaful) dan solidaritas di
dalam Islam (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Dr. Wahbah Zuhaili,
Daarul Fikr, jilid II, hal.732).

Diantara hikmah zakat menurut Al-Qaradhawi adalah sebagai bentuk
pembersihan dan penyucian, baik material maupun spiritual, bagi
pribadi orang kaya dan jiwanya, atau bagi harta dan kekayaannya (Hukum
Zakat, hal 848). Zakat adalah refleksi keimanan seseorang kepada Allah
swt. dan sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah
kepadanya (Ibrahim: 7).

Ia juga menjadi sarana penolong dan pembantu bagi para mustahiq ke
arah kehidupan yang lebih baik dan sebagai pilar amal bersama antara
pejuang yang tidak mampu dengan orang-orang kaya (Al-Baqarah : 278).
Zakat merupakan sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang
harus dimiliki oleh umat Islam. Seperti sarana ibadah, pendidikan,
kesehatan maupun sosial dan ekonomi kaum muslimin.

Dalam zakat terdapat dimensi sosialisasi cara berbisnis yang benar.
Sebab, zakat bukanlah memberikan harta yang kotor, akan tetapi
mengeluarkan harta hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan
dan peroleh dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan dan hukum
Allah (Al-Baqarah: 267).

Dalam zakat ada indikasi bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja
keras mendapatkan harta. Sebab, hanya mereka yang memiliki harta yang
bisa mengeluarkan zakat. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu
membuka lapangan kerja dan usaha yang luas sekaligus penguasaan
aset-aset umat Islam (Zakat dalam Perekonomian Modern, Dr. Didin
Hafidhuddin, Gema Insana Press, 2002).

Dalam pandangan Al-Qardhawi, zakat merupakan ibadah maliyah
ijtimaiyyah, yaitu ibadah di bidang harta benda yang memiliki fungsi
strategis, penting, dan menentukan dalam membangun kesejahteraan
masyakarat. Zakat akan melahirkan dermawan yang suka memberi, bukan
sosok yang menggerogoti. Seorang muzakki akan terhindar dari sifat
kikir yang merupakan “virus ganas” dan penghambat paling utama
lahirnya kesejahteraan masyarakat.

Zakat akan menjadi obat paling mujarab untuk tidak menjadi hamba dunia
dalam kadar yang melewati batas. Ia akan mengingatkan kita bahwa harta
itu adalah sarana dan bukan tujuan hidup kita.

Para muzakki akan memiliki kekayaan batin yang sangat tinggi, sehingga
dia akan menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang suka
meringankan beban orang lain, yang memiliki kedalaman cinta pada
sesama dan simpati pada manusia. Tentunya, zakat pasti akan membuat
harta kita berkembang dan penuh berkah.

Bagi si penerima (mustahiq), zakat memiliki arti yang penting. Karena
dengan zakat, dia menjadi terbebas dari kesulitan-kesulitan ekonomi
yang sering kali menjerat langkah dan geraknya. Dengan zakat, akan
muncul rasa persaudaraan yang semakin kuat dari mereka yang menerima.
Sebab, mereka merasa “diakui” sebagai bagian dari “keluarga besar”
kaum muslimin yang tidak luput dari mata kepedulian kaum muslimin
lain, yang Allah beri karunia berupa harta.

Dengan demikian, tidak akan muncul sifat dengki dan benci yang mungkin
saja muncul jika orang yang kaya menjelma menjadi sosok apatis dan
tidak peduli kepada orang-orang yang secara ekonomis tidak beruntung.
Ini adalah praktik langsung dari apa yang Rasulullah saw. sabdakan,
“bahwa seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya” (HR.
Bukhari-Muslim)

Tak ada yang menyangkal bahwa zakat memiliki dampak sosial yang sangat
penting dan akan mampu menjadikan masyarakat terberdayakan. Karena
zakat merupakan salah satu bagian dari aturan Islam yang tidak dikenal
di Barat, kecuali dalam lingkup yang sempit, yaitu jaminan pekerjaan.
Jaminan pekerjaan dengan menolong kelompok orang yang lemah dan fakir.

Zakat bukan hanya memberikan jaminan kepada orang-orang miskin kaum
muslimin, namun ia juga bisa disalurkan kepada semua warga negara apa
saja yang berada di bawah naungan Islam. Seperti yang pernah terjadi
pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Saat itu, zakat diberikan
oleh Umar kepada orang-orang Yahudi yang meminta-minta dan berkeliling
dari pintu ke pintu. Umar memerintahkan agar dipenuhi kebutuhannya
dengan mengambil dari Baitul Mal kaum muslimin (Hukum Zakat: 880).

Dengan zakat, akan lahir manusia-manusia mandiri, manusia-manusia suka
bekerja, dan tidak suka meminta-minta. Zakat akan mempersempit
kelompok manusia miskin dan akan menumbuhkan gairah manusia untuk
menjadi muzakki dan bukan mustahiq. Kesadaran untuk berzakat, akan
mendorong setiap muslim bekerja dalam batas optimal, dan akan
memposisikan diri sebagai “sumber kebaikan” bagi yang lain.

Munculnya lembaga-lembaga zakat profesional di Indonesia saat ini,
telah memberikan harapan besar bagi usaha pemerataan distribusi harta
kekayaan dan meminimalisasi kemiskinan dan penderitaan yang banyak
diderita masyarakat. Munculnya Dompet Dhuafa’ (DD) Republika, Pos
Keadilan Peduli Umat (PKPU), Dompet Sosial Ummul Qura (DSUQ), Baitula
Maal Muamalat telah terbukti memberikan seberkas cahaya penyelamatan
berarti untuk beberapa orang tak mampu.

DD misalnya telah berhasil membuka klinik LKC (Layanan Kesehatan
Cuma-Cuma) yang dananya dihimpun dari dana zakat, infak, dan sedekah.
Di samping itu, ia juga telah berhasil memberikan dana pendidikan
melalui beasiswa bagi siswa-siswa SMP Ekselesinsia.

Harapan pemberdayaan dan keberdayaan ini akan semakin cerah dan
terbuka, jika kita – umat Islam – semakin sadar untuk mengeluarkan
zakat. Bulan Ramadhan kali ini, merupakan saat yang tepat untuk
melipatgandakan kesadaran itu. Semoga kita berhasil. Amien.

Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Source: IKADI

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda... :)